Nama : RAMLY FIRMAN
KELAS : 2DB04
DOSEN : FETTIANA GIANADEVI
DOSEN : FETTIANA GIANADEVI
MEMBERANTAS KORUPSI DI INDONESIA
Istilah korupsi
tentunya sudah bukan hal yang asing lagi ditelinga. Definisi sederhana korupsi
adalah "penyalahgunaan kekuasaan untuk keuntungan pribadi." Definisi,
dampak, dan motivasi korupsi berbeda-beda. "Korupsi" melibatkan perilaku
pihak para pejabat sektor publik, baik politisi maupun pegawai negeri sipil.
Mereka secara tidak wajar dan tidak sah memperkaya diri sendiri atau orang yang
dekat dengan mereka dengan menyalahgunakan wewenang yang dipercayakan.[3]
Menurut UU No. 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, korupsi merupakan
tindakan memperkaya diri sendiri, penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan,
memberi dan menjanjikan sesuatu kepada pejabat atau hakim, berbuat curang,
melakukan penggelapan, dan menerima hadiah terkait tanggung jawab yang
dijalani.
Definisi lain dari
korupsi yang paling banyak diacu, termasuk oleh World Bank dan UNDP, adalah“the
abuse of public office for private gain”. Dalam arti yang lebih luas,
definisi korupsi adalah penyalahgunaan kekuasaan publik untuk kepentingan
pribadi atau privat yang merugikan publik dengan cara-cara yang bertentangan
dengan ketentuan hukum yang berlaku.[4]
Berdasarkan
dua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa korupsi secara garis besar dapat
didefinisikan sebagai penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan publik yang
dilakukan oleh seseorang untuk kepentingan dan keuntungan diri sendiri maupun
orang-orang yang dekat dengannya.
Korupsi terjadi jika
tiga hal terpenuhi, yaitu (1) Seseorang memiliki kekuasaan termasuk untuk
menentukan kebijakan publik dan melakukan administrasi kebijakan tersebut, (2)
Adanya economic rents, yaitu manfaat ekonomi yang ada sebagai sebab
akibat kebijakan publik tesebut, dan (3) Sistem yang ada membuka peluang
terjadinya pelanggaran oleh pejabat publik yang bersangkutan. Apabila satu dari
ketiga parameter ini tidak terpenuhi, tindakan yang terjadi tidak bisa
dikategorikan sebagai tindakan korupsi.[5]
Berikut ini terdapat
beberapa tindakan yang bisa dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi, antara
lain sebagai berikut:
1. Tindakan merugikan keuangan negara/pihak
lain
Seseorang dianggap sudah merugikan
keuangan negara atau pihak lain jika dia melakukan perbuatan-perbuatan dengan tujuan
memperkaya diri sendiri, golongan, atau pihak-pihak tertentu dengan cara
melawan hukum seperti menyalahgunakan wewenang atau kedudukannya yang bisa
merugikan keuangan negara atau pihak lain.
2. Tindakan suap-menyuap
Tindakan penyuapan dilakukan oleh
seseorang untuk mendapatkan keistimewaan atau sesuatu di luar prosedur. Dan
sebuah tindakan bisa dekategorikan sebagai penyuapan apabila seseorang
memberikan sesuatu atau janji kepada pihak tertentu dengan maksud untuk
melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang berkaitan dengan jabatannya.
3. Melakukan penggelapan dalam jabatan
Dalam hal ini, penggelapan bukan saja
berkaitan dengan uang. Sebuah tindakan bisa dikategorikan sebagai penggelapan
apabila secara sengaja menggelapkan atau membantu orang lain untuk mengambil
sesuatu yang bukan menjadi haknya, entah itu uang, barang atau surat-surat
berharga untuk kepentingan pribadi. Selain itu, pemalsuan data adminstrasi dan
penghancuran benda, akta, atau barang bukti juga bisa dikatakan sebagai penggelapan.
4. Tindakan pemerasan
Pemerasan berarti tindakan seseorang
meminta uang atau barang kepada pihak lain dengan disertai ancaman, dan dapat
dikatakan sebagai korupsi apabila dilakukan untuk keuntungan diri sendiri atau
golongannya, dilakukakn dengan melawan hukum, dan ada sejumlah uang
atau barang yang diminta sebelum ia menjalankan kewajibannya.
5. Tindakan kecurangan
Dalam undang-undang, sebuah kecurangan
bisa dikatakan sebagai bentuk tindakan korupsi apabila dilakukan dengan
sengaja, merugikan orang lain, membahayakan keselamatan pihak lain, serta
terjadi pembiaran terhadap kecurangan tersebut.
6. Benturan kepentingan dalam pengadaan
Terkait dengan kasus korupsi,
undang-undang secara spesifik mengerucutkan konflik kepentingan (conflict
of interest) hanya untuk masalah pengadaan barang karena selama ini
proses pengadaan barang kerap kali diwarnai tindakan-tindakan melanggar hukum
sebagai akibat dari adanya konflik kepentingan.
7. Gratifikasi
Gratifikasi (pemberian hadiah) yang
dilarang adalah gratifikasi yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau
tanggung jawab seseorang disertai maksud tertentu. Biasanya pemberian
gratifikasi bertujuan untuk melancarkan urusan, masalah atau kepentingan yang
sedang dimiliki oleh seseorang dengan aparat pemerintah
.
A. Faktor Penyebab Korupsi
Pada hakikatnya, awal
mula praktik korupsi di Indonesia sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda,
sekitar tahun 1800-an yaitu pada masa VOC yang kemudian terus berlanjut hingga
masa setelah Indonesia merdeka. Pada masa Orde Baru, korupsi semakin merajalela
dikalangan penguasa di republik ini. Berbagai kasus korupsi menjerat para
pemegang kekuasaan publik, hal ini jugalah yang turut menjadi penyebab
terjadinya Reformasi 1998. Ini menandakan bahwa korupsi di Indonesia sudah
berlangsung begitu lama dan seolah tidak ada tindakan untuk memutus mata rantai
korupsi.
Berdasarkan kenyataan
tersebut, maka harus diketahui apa saja pokok permasalahan dan faktor-faktor
yang menyebabkan seorang pejabat publik atau aparat pemerintah melakukan
korupsi. Ada berbagai faktor yang menyebabkan seseorang melakukan korupsi,
diantaranya sebagai berikut :
1. Rendahnya iman dan moral yang dimiliki
seorang pemegang kekuasaan publik sehingga mudah terpengaruh dan tergoda untuk
melakukan praktik korupsi..
2. Kurang tegasnya peraturan
perundang-undangan menekan atau memberantas korupsi, kolusi, dan
nepotisme serta sanksi yang kurang tegas bagi pelaku KKN sehingga tidak
menimbulkan efek jera dan tidak mencegah munculnya koruptor-koruptor baru.
3. Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap
kinerja aparat negara sehingga memberikan peluang korupsi dan penyalahgunaan
kekuasaan.
4. Gaji yang relatif rendah.
Faktor inilah yang
sering menjadi alasan utama seseorang melakukan korupsi, karena ia menganggap
bahwa gaji yang ia dapat belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang
berkecukupan. Selain itu, tingkat pendapatan juga dianggap tidak sebanding
dengan tingkat kebutuhan hidup yang semakin meningkat dan semakin kompleks.
5. Rendahnya pengetahuan dan parisipasi
masyarakat dalam hal kontrol kinerja aparat pemerintahan serta
kebijakan-kebijakan yang diambil, sehingga rentan penyelewengan kekuasaan oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.
6. Budaya korupsi yang sudah berkembang
dimasyarakat.
Warisan budaya korupsi
yang sudah ada sejak zaman kolonial yang terus berlanjut hingga masa pasca
Indonesia merdeka, bahkan hingga era reformasi menjadikan korupsi semakin sulit
untuk diberantas secara menyeluruh.
7. Tidak adanya rasa nasionalisme dalam diri
pejabat publik, dan lain-lain.
B. Dampak Adanya Korupsi
Korupsi tentu saja
menimbulkan dampak yang cukup besar bagi kelangsungan sebuah bangsa dan negara.
Dampak korupsi antara lain sebagai berikut :
1. Berkurangnya kepercayaan publik terhadap
pemerintah
Meningkatnya praktik
korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintahan semakin membuat publik (rakyat)
tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada pemerintah. Bahkan kepercayaan
dari negara lain pun juga bisa berkurang terhadap pemerintah yang sedang
berkuasa di negara tersebut sebagai akibat dari maraknya kasus korupsi di
kalangan pemegang kekuasaan publiknya. Hal ini tentu akan membawa dampak yang
cukup besar terhadap pembangunan di segala bidang.
2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah.
Banyaknya aparat di
pemerintahan yang melakukan korupsi membuat citra dan kewibawaan pemerintah
menjadi berkurang dan bahkan bisa menyebabkan rakyat bersikap apatis terhadap
peraturan-peraturan serta himbauan-himbauan yang diberikan pemerintah. Hal ini
tentu dapat mengganggu stabilitas keamanan dan ketahanan nasional.
3. Kerugian negara dalam bidang ekonomi
Berbagai pendapatan negara yang sebagian
besar berasal dari uang rakyat dan seharusnya juga digunakan untuk
menyejahterakan rakyat. Namun, pada kenyataannya uang rakyat banyak yang
digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang kekuasaan publik.
8. Menghambat laju pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi
Ketika sebuah negara memiliki catatan
buruk pada kasus korupsi, maka hal tersebut akan berpengaruh terhadap
kepercayaan investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Dan akan
berdampak buruk bagi kondisi perekonomian nasional.
Selain itu, birokrasi yang sulit dan lebih
mengedepankan uang daripada profesionalisme dan tanggung jawab sebagai birokrat
juga menjadikan modal asing berpaling dari Indonesia dan mengalihkan investasi
ke negara yang lebih baik birokrasinya, dll.
C. Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di
Indonesia
Meskipun faktanya korupsi
hampir tidak mungkin bisa diberantas secara menyeluruh, namun setidaknya
korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang korupsi tidak
semakin membudaya dan semakin merusak moral para pejabat negara.
Maka dari itu, setelah
dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang menyebabkan seorang pemegang
kekuasaan publik melakukan korupsi serta dampak apa saja yang timbul akibat
korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan beberapa cara untuk mencegah dan
menanggulangi adanya praktik korupsi.
Dalam hal ini, beberapa
ahli memiliki sejumlah pandangan atau pendapat tentang bagaimana cara
menanggulangi korupsi.
Caiden (dalam
Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk menanggulangi korupsi sebagai
berikut :
a. Membenarkan transaksi yang dahulunya
dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu.
b. Membuat struktur baru yang mendasarkan
bagaimana keputusan dibuat.
c. Melakukan perubahan organisasi yang akan
mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi
penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang
saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang
secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.
d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat
dikurangi dengan jalan meningkatkan ancaman.
e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya
tidak mungkin keseluruhan korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan
seminimum mungkin, agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik
tidak terlalu besar sekiranya ada sesuatu pembaharuan struktural, barangkali
mungkin untuk mengurangi kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya
perubahan organisasi
Pada poin pertama
pendapat Caiden diatas terlihat seperti tindakan yang melegalkan pungutan-pungutan
yang dilakukan oleh pemerintah, namun dalam konteks ini, pungutan yang
diterapkan sudah berlandaskan aturan resmi untuk kebaikan bersama dan
menghilangkan kemungkinan adanya pungutan-pungutan liar. Namun, disisi lain
apabila tidak diadakan kontrol maksimal, cara ini bisa dimanfaatkan saja oleh
oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk mendapatkan keuntungan bagi diri
sendiri dan orang-orang disekitarnya..
Sedangkan, Kartono
(1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai berikut :
1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul
tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan
bersifat acuh tak acuh.
2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif,
yaitu mengutamakan kepentingan nasional.
3. Para pemimpin dan pejabat memberikan
teladan, memberantas dan menindak korupsi.
4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak,
memberantas dan menghukum tindak korupsi.
5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari
organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta
jawatan dibawahnya.
6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang
berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”.
7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang
non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah.
8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur
9. Sistem budget dikelola oleh
pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem
kontrol yang efisien.
10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap
kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.
Dari dua pendapat ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa ada beberapa cara yang cukup efektif untuk menanggulangi
korupsi, natara lain :
1. Merestrukturisasi organisasi di berbagai
sektor pemerintahan sehingga bisa memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap
kinerja aparat pemerintahan.
2. Meningkatkan kesejahteraan pegawai
sehingga bisa mengurangi dorongan untuk melakukan korupsi
3. Penegakan hukum secara tegas dengan
menerapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang korupsi, kolusi,
dan nepotisme. Selain itu, pemberian sanksi pidana maupun sanksi sosial yang
bisa memberikan efek jera sekaligus bisa memberikan peringatan bagi aparatur
negara lainnya agar tidak melakukan korupsi.
4. Meningkatkan kesadaran seluruh elemen
bangsa untuk turut berpartisipasi dalam melakukan kontrol sosial serta
pengawasan kinerja pemegang kekuasaan publik serta memaksimalkan fungsi media
massa sebagai agen untuk mengontrol kinerja pemerintahan.
5. Menciptakan pemerintahan yang bersih,
jujur, dan terbuka.
Hal ini bisa dimulai dengan perekrutan
pegawai baru berdasarkan keahlian dan menghapus jalur-jalur ilegal (suap dan
nepotisme) sehingga kedepan organisasi kepemerintahan bisa lebih baik.
6. Pencatatan kekayaan aparatur negara secara
berkala sehingga bisa diketahui apabila ada aparatur negara yang mempunyai
kekayaan yang tidak wajar.
7. Menanamkan rasa nasionalisme sejak dini,
serta memberikan pendidikan tentang dampak yang ditimbulkan akibat korupsi,
kolusi, dan nepotisme, serta membangun karakter generasi penerus bangsa yang
berkarakter Pancasila.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar